Amir Hamzah and Rekan

Abstrak

Dalam perjanjian, permasalahan yang umum terjadi ialah Wanprestasi yang dilakukan salah satu pihak atau dalam artian salah satu pihak tidak menjalankan kewajiban nya seperti yang diperjanjikan. Terjadinya permasalahan tersebut dapat dikatakan merugikan Pihak yang menjadi korban atas permasalahan Wanprestasi. Didalam permaslaahan ini, kerap kali Pihak yang melakukan Wanprestasi berlindung dengan Frasa Force Majeure / Keadaan memaksa, dimana
penjelasan umum terkait Force Majeure tersebut bahwa salah satu pihak dalam perjanjian dibebaskan dari tanggung jawab menjalankan kewajiban, ganti kerugian dan bunga ketika tidak menjalankan kewajibannya dengan baik dikarenakan ada keadaan diluar kuasa dari pihak tersebut.

Maka tulisan ini akan membahas terkait apa saja unsur suatu keadaan untuk dapat dikatakan Force Majeure dan bagaimana pemenuhan unsur nya terhadap perjanjian. Penelitian ini dilakukan dengan metode Normative Juridicial Legal Research, dimana dalam penelitian ini menggunakan metode yang menganalisa Secondary Materials atau Kepustakaan. Bahan hukum primer yang ada pada tulisan ini terdiri dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Selain itu, bahan hukum sekunder diperoleh melalui Buku, Jurnal, yang memuat para pendapat ahli dan sumber hukum lain nya.

Abstract
In an agreement, a common problem that occurs is default by one of the parties or in the sense that one of the parties does not carry out its obligations as agreed. The occurrence of this problem can be said to be detrimental to the party who is the victim of the default problem. In this problem, the party who commits the default often takes refuge in the expression Force Majeure, where the general explanation related to Force Majeure is that one of the parties to the agreement is free from responsibility to carry out obligations, compensation and interest when not carrying out its obligations properly due to circumstances beyond the control of the party. Therefore, this article will discuss what are the elements of a situation so that it can be said to be Force Majeure and how to fulfill its elements in the agreement. This study uses the Normative research method or can be said to be a Literature Study and uses Secondary Materials in the form of Legislation, Books or Legal Journals containing analysis and opinions of legal experts.

PENDAHULUAN
Sepakat dan Beritikad Baik adalah modal utama dari perjanjian. Perjanjian itu sendiri dijelaskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang selanjutnya akan disebut KUHPer,
di dalam pasal 1313 yaitu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan kesepakatan dari berbagai pihak untuk saling mengikatkan diri.1

Dari perjanjian kesepakatan tersebut biasanya timbul masalah Wanprestasi atau dapat dikatakan salah satu pihak tidak menjalankan kewajiban nya. Terkait Wanprestasi, unsur dari Perbuatan
wanprestasi itu sendiri antara lain dijelaskan di dalam Pasal 1243 KUHPer yaitu denda terhadap pihak yang melanggar perjanjian jika pihak tersebut;

  1. Tidak melakukan apa yang disanggupi atau tidak melakukan apa yang sudah dijanjikan
  2. Melakukan perbuatan namun tidak sesuai dengan perjanjikan
  3. Melakukan perbuatan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan
  4. Melakukan apa yang dijanjikan, namun melebihi batas waktu yang sudah disepakati2

Dari unsur tersebut kita dapat menentukan apakah perbuatan tersebut Wanprestasi atau tidak. Wanprestasi tentu nya membawa kerugian kepada salah satu pihak / pihak yang sudah melaksanakan kewajiban nya dengan benar. Atas hal tersebut maka pihak yang yang mendapatkan kerugian atas peristiwa Wanprestasi tersebut dapat meminta;

  1. Pembatalan Perjanjian
  2. Pembatalan Perjanjian disertai tuntutan ganti rugi
  3. Pemenuhan perjanjian
  4. Pemenuhan perjanjian disertai tuntutan ganti rugi

Dan seringkali, Pihak yang melakukan Wanprestasi menggunakan alasan Pemaaf seperti Force Majeure untuk terbebas dari tuntutan dari perbuatan Wanprestasi yang dilakukan. Dimana penjelasan dari Force Majeure ini adalah “keadaan memaksa” yang merupakan suatu keadan di mana seseorang diatur terhalang untuk melakukan prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak dan atas kejadian tersebut tidak dapat diminta pertanggung jawaban terhadap Pihak yang melakukan Wanprestasi.

Maka dari pertimbangan diatas, penulis akan menganalisa terkait sejauh mana peristiwa dapat dikatakan Force Majeure dan unsur apa saja yang harus dipenuhi dari Force Majeure ini sebagai alasan pemaaf di dalam permasalahan Wanprestasi dalam suatu perjanjian.Penelitian ini dilakukan dengan metode Normative Juridicial Legal Research, dimana dalam penelitian ini menggunakan metode yang menganalisa Secondary Materials atau Kepustakaan. Bahan hukum primer yang ada pada tulisan ini terdiri dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,


1 Kitab Undang-Undang Hukum perdata Pasal 1313
2P, Sandy. “Penyebab Dan Gugatan Wanprestasi.” SIP Law Firm, August 5, 2024.


Selain itu, bahan hukum sekunder diperoleh melalui Buku, Jurnal, yang memuat para pendapat ahli dan sumber hukum lain nya. 3

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Wanprestasi adalah suatu keadaan menurut hukum perjanjian, di mana seseorang tidak melaksanakan prestasi sebagaimana yang telah diperjanjikan4. Atau dalam artian lain, Wanprestasi berarti Sikap salah satu pihak yang lalai atau tidak memenuhi kewajiban nya.5 Serta menyambung dari penjelasan tersebut. Didalam Pasal 1238 KUHPerdata menjelaskan terkait satu pihak dinyatakan bersalah dan Lalai wanprestasi dengan dikirimnya Warning Letter atau Somasi.6

TINJAUAN HUKUM INDONESIA TERHADAP KETENTUAN FORCE MAJEURE DALAM SEBUAH PERJANJIAN.

Dalam Peraturan Indonesia menjelaskan bahwa tidak semua perbuatan yang menyebabkan Wanprestasi dapat dituntut.Atau dalam arti lain menjelaskan bahwa satu pihak yang tidak memenuhi kewajibannya bukan karena kelalaian yang disengaja atau bukan karna itikad buruk, maka pihak tersebut dapat terbebas dari pembayaran ganti kerugian. Hal ini dijelaskan di dalam Pasal 1244 KUHPerdata dan Pasal 1245 KUHPerdata.

Dalam Pasal 1244 KUHPerdata menjelaskan bahwa, jika si berutang atau seseorang yang dianggap melakukan Wanprestasi tersebut membuktikan bahwa dia tidak dapat melakukan kewajiban nya dikarenakan suatu hal yang tidak terduga dan yang tidak dapat dipertanggung jawab kan.

Menyambung hal tersebut dalam Pasal 1245 KUHPerdata menjelaskan bahwa tidak dapat ada kewajiban pergantian biaya kerugian dan bunga, jika keadaan memaka (Force Majeure) terjadi secara kebetulan, dan pihak tersebut membuktikan bahwa atas kejadian tersebut dirinya terhalang untuk dapat melakukan kewajiban nya.7

Keadaan tersebut lah baru dapat dikatakan Keadaan Force Majeure di dalam suatu perjanjian pada umumnya. Mengenai hal Force Majeure ini biasanya sudah diatur di dalam klauusur perjanjian itu sendiri. Namun biasanya dalam perjanjian seringkali tidak mengatur sejauh mana suatu keadaan dapat dikatakan Force Majeure.

Contoh pada umumnya Keadaan dapat dikatakan Force Majeure ini adalah peristiwa tidak terduga yang akibat nya besar yaitu Banjir, gempa bumi, kebakaran, angin topan, peperangan, wabah penyakit, huru-hara dan peristiwa lainnya yang dapat memberhentikan kontrak akibat barang yang musnah sehingga pemenuhan tidak dapat dilakukan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *